Siapa Sangka…Komposer muda yang tampil di Gd IFI Jakarta itu adalah putra daerah asal Sragen

Komponis dan pianis asal Sragen Gardika Gigih Pradipta menggelar pertunjukan tunggal di Institut Francais d’Indonesie (IFI), di Jakarta, Sabtu (2/12). Ia menulis partitur untuk gubahannya dari ruang sepi di kamar kontrakan. Sabtu (2/12), ia memainkan gubahan beratmosfer sendu itu di hadapan kerumunan di ruang pertunjukan IFI Jakarta. Ada keheningan, melankolia, kebisingan yang kacau, keriangan, dan berujung pada nyalanya harapan. Dari balik gulita, Gigih muncul di panggung yang tak seberapa tinggi itu. Lampu tunggal menyorotinya. Penonton bertepuk tangan. Ia membungkuk seraya menyilangkan satu tangannya di dada. Ia memakai jubah sepaha gaya jepang, pantalon berwarna khaki, sepatu karet, dan kaus bertuliskan Sigur Ros, band postrock asal Islandia kesukaannya. Penampilannya kasual, jauh dari kesan formal layaknya konser tunggal pianis. Penontonnya pun demikian. Sandal dan celana pendek boleh masuk arena, asal bayar Rp 100.000. Sebanyak tiga ratus tiket untuk dua jadwal pertunjukan ludes. Komposisi pertama yang ia mainkan tak berjudul tetap. Ia menyebutnya improvisasi. Denting piano grand itu sontak memenuhi ruangan. Awalnya hening saja dengan satu-dua nada. Lama-kelamaan, piano itu seperti merasuki Gigih. Ia terpejam sementara jemarinya tak henti menjelajahi tuts. Kepalanya terdongak, terkadang menunduk dalam mengikuti dinamika lagu bernuansa melankolia. Kaki kirinya tak jarang terangkat lurus. Penonton tenang, beberapa menutup mata. ”Semoga energinya tersalurkan,” ucap Gigih begitu merampungkan nomor pertama. Ia berdiri, lalu duduk lagi. Kalimatnya seperti sering menggantung. Dia terlihat gugup, dan ia tak menutupinya. Penonton bertepuk tangan. Ada yang tertawa tanpa bermaksud menertawakan. Kegugupan sirna setiap ia kembali menghadap pada piano. Kali ini ia membawakan nomor berjudul ”Ibu”, lagi-lagi, sendu. Lagu itu pernah melatari film Lemantun, film pendek karya Wregas Bhanuteja. Melankolia makin pekat. Penonton mulai ada yang menyeka matanya. Momentum paling mengharukan terjadi ketika Gigih tak lagi sendiri di panggung. Dia mengundang pemusik tamu, Febriann Mohammad, atau Layur yang memainkan gitar akustik, Suta Soma Pangekshi pada biola, dan Jeremy Kimosabe pada selo. Pada vokal, ada Monita Tahalea dan Ananda Badudu. Ananda atau Nanda adalah vokalis duo Banda Neira. Mereka bersiap menyanyikan ”Sampai Jadi Debu”, yang diaransemen bersama Gigih dan baru pertama kali dibawakan di panggung. Dua lagu penutup adalah ”Nyala” dan ”Tenggelam”. Lagu terakhir itu bernuansa keroncong yang ceria. Adapun ”Nyala” adalah lagu yang jadi judul album perdana Gigih. ”Lagu itu tentang harapan, tentang optimis di hari depan,” ujarnya. Konser adalah konsekuensi pemusik yang berkarya. Setelah Jakarta, ia dijadwalkan tampil di Surabaya, Malang, dan Bandung. Menurut rencana, ia bikin pertunjukan spesial di Yogyakarta pada Maret 2018. Lelaki kelahiran Sragen, 5 Agustus 1990, itu menghabiskan masa sekolah di SD dan SMP di Sragen .Namun setamat SMP, dia beraktivitas di Yogyakarta. Dia sekolah di SMA De Brito dan kuliah di ISI Yogyakarta mengambil Jurusan Komposisi Musik dan menempuh S-2 di Anthropologi Budaya UGM Yogyakarta. Selain menciptakan musik, Gigih panggilan akrabnya, jugamenjadi dosen di ISI Yogyakarta serta dosen tamu di Universitas Universal di Batam, Riau. Karya musiknya pernah ditampilkan di National University of Singapura. Gigih yang menggeluti pendidikan musik klasik barat dan music kontemporer itu bercita – cita ingin menjadi komponis yang mendunia. Di rumahnya di barat Pintu Perlintasan KA Gambiran atau Gambiran RT 01 RW 05, Sine, Sragen, tersimpan buku tentang Beethoven dan J Sebastian Bach. Lelaki pendiam yang menyukai warna cokelat itu sangat berkesan saat dinobatkan menjadi salah satu pemenang Telkomsel Award 2016. “Penghargaan itu untuk pemberdayaan dan kemajuan masyarakat, “tuturnya. Gigih juga pernah membuat Ring Tone Project. Gigih kaget dinyatakan masuk pemenang 16 besar. Karena dia merasa tidak mendaftar untuk mengikuti lomba itu. Ternyata panitia melakukan penilaian terhadap sekitar 70 orang yang pernah ditulis di sebuah harian di ibukota . Salah satu pemenangnya di bidang musik itu adalah Gigih. Bahkan video pernikahan Raisa Andriana dan Hamish Daud Wyllie memakai Song: Banda Neira – Sampai Jadi Debu ft. Gardika Gigih. Lewat video Raisa itulah nama Gigih mencuat dan semakin dikenal di kalangan para penggemar musiknya.   Sumber : Kompas/Herlambang Jaluardi, Suara Merdeka